Di Luar Bingkai Diri

BERSILA DI BERANDA WAKTU





Pendekar
(buat anakku)

Perlahan-lahan dia
membuka langkah mengangkat tangan
kemudian menari rentak perwira

sebentar dia berada di kiri
sebentar dia berada di kanan
telinga dan matanya di gerak lawan

dia tahu dia mesti hati-hati
berdepan dengan lawan

dia tahu dia mesti hati-hati
meski di luar gelanggang

dengan gerak tari dia lepas pukulan
dengan gerak tari dia tumpas lawan

demikian hidup
kita adalah pendekar
berlawan dengan waktu
mencari hidup beriktiraf.

1989                                




Mei
(mengenang rn dan deb)

Ada sepohon rukun tumbuh
di atas selonggok darah

ada tugu cinta teguh
di atas timbunan duka

di bawahnya kami mengukir cinta
di bawahnya kami mengukir setia

kami bersembunyi di bawahnya
daripada panahan awan dan matahari

kami berdiri di atasnya
menahan panahan nafsu dan seteru

ada serumpun insaf tumbuh
di atas darah dan duka sejarah.

Mei 1989                           




O. T. Dussek

Engkau penjajah berapikan merdeka
api mencucuh semangat SITC

Kenapa di kalangan orang-orang  Melayu
tidak ada pemimpin yang benar-benar
berusaha memimpin bangsanya?

apimu menerangi tanah bangsaku
dari rendah rumput ke tinggi pohon 

Bahasa kamu saya percaya diucapkan oleh
lebih 70 juta manusia. Ia salah satu dari
rumpun-rumpun bahasa terbesar di dunia.
Jangan lupa hakikat itu. Berusahalah
meninggikan ke taraf yang layak di dunia.
Bila taraf bahasa kamu tinggi, akan tinggi
pulalah taraf bangsa kamu.

Cerah apimu membangkit tidur hati     
Bangun berseru bangsa bersakral diri 

Orang-orang Melayu, bangkitlah.
Orang-orang Melayu, bangunlah.

1989                                




Bersila di Beranda Waktu

Aku bersila di beranda waktu
menangkap angin petang
jendela ingatan tiba-tiba terbuka
terserlah selingkar peristiwa

seorang aku melintas tiba-tiba
berlari-lari bersama teman sepermainan:
Nordin, Nasir, Mamat, Mekyah dan Pinas
kini menjadi rantai zaman
menyambung warisan tradisi moyang

aku memerhati tanah-tanah lapang
tegak pohon-pohon pengalaman
kini tanah itu berubah pandangan
dan pohon-pohon pengalaman
condong disarati bebanan

ah, siapakah menjarakkan kita, ingatan?
dalam musim dewasa ini
aku hanya mampu menatap kenangan
pada ingatan tak manis kuulang

benarlah pada orang berkata
kuasa terpendam itu lebih berkuasa
daripada kuasa yang dianugerahkan
kepada hati, kepada kaki dan tangan kita.

1990                        





Lelaki di Kaki Batu

Seorang lelaki
berjalan mundar-mandir di kaki batu
akhirnya membatukan diri
di antara batu-batu hidup
adalah seorang lelaki
terbentuk daripada acuan kampung
mengalir dalam urat diri
alunan alam dari muzik tradisi
mencari dan mencari hari kelmarin
sambil membelek bungkusan pesan
dari anak tangga terakhir
sewaktu cengkerik meraung
dan unggas berkejaran mabuk

seorang lelaki
berdiri di kaki batu itu
berpeluh menahan panahan suria
menepis terjahan habuk
dengan tangan terpaksa menerima hakikat
detik jantung waktu yang semakin sarat
di hadapannya bukan lagi santau
atau sumbang silat
adat dan kepercayaan
kian terbabas
daripada alur doa pertama

diapun berjalan dan berjalan
langkahnya amat longlai
mengheret pengalaman kontras
dia menemui
bangkai-bangkai bernyawa
memohon hidup
santapan beradab daging mentah
jeritan kucing dan sergahan anjing
mogok seni seorang sasterawan
bergelumang dalam petak silang kata
memengertikannya
bahawa di kota ini
sedang kemarau kemanusiaan
bunga-bunga menghadapi krisis
cahaya merampas tangkainya

seorang lelaki
berdiri di kaki batu itu
tidak pernah ada di kota ini
adalah seorang aku yang harus hidup
menjunjung tanggungjawab
dan membenarkan impian
generasi.

1 Februari 1990                  




Mei (i)


Ketika kata jadi hangat
ketika rasa jadi panas
ketika kuasa jadi matlamat
seluruh warga ini
tiba-tiba tersentak
disentaki kata yang hangat
Adam yang ganas
tiba-tiba seluruh warga ini
rasa gementar
digementari Mei yang liar
minumannya adalah darah

mujurlah Mei masih lena
di atas Rukun Negara
ketika sang politikus bertempur
berebut piala bangsa
mujurlah Isa masih berkerja
mengulik Mei di atas
buaian perpaduan
ketika cauvanis bangsa
bertempur berebut
piala Parlimen.

1990                                




DBKL

Bertahun-tahun kaumerawat kotamu
kota yang meragut berlingkaran janji
kota yang menyedut berkerlipan mimpi

dari kotak ke kotak hidup
dari petak ke petak kata

bertahun-tahun kaumengajar kotamu
mengajar menjinak angin yang liar
mengajar menjadi warga beriktiraf

di simpang-simpang jalan
di simpang-simpang gerak

bertahun-tahun kaubersilat di kotamu
bak pendekar berlawan dengan waktu
menepis terjahan habuk
bak guru menanam pohonan pesan
memugar kebunan hidup

carilah cari hidup beriktiraf
isilah isi hidup beriktiraf

bertahun-tahun kaumendidik kotamu
merawat dan menjinak liar watak
namun, warganya masih ...

4 Jun 1990




Kuala Lumpur (ii)

                   

i

Sebuah kota berdenyut dalam nadiku
kota menjanjikan seribu ingin
kota memancarkan seribu mimpi
bak bulan di langit
pungguk dan angkasawan berinduan diri

kota ini menyimpan pelbagai pohon
pohon berbuah kilauan cahaya
cahaya menabur bijian sinar
di bawahnya kami hidup memungut cerah

kota ini mengumpul pelbagai kaum
kaum membina seuntas buaian
buaian terletak di sebuah taman
di atasnya kami hidup bermain ayunan

kota ini hidup dari batu-batu sejarah
merakam ingin demi ingin
kota ini segar dari pohon-pohon insaf
membuah mimpi demi mimpi

ii
seorang aku berdenyut dalam nadi kota
kota Raja Abdullah kota Raja Mahadi
kota Kapitan Hiu Siew kota Yap Ah Loy
kota merakam pelbagai sejarah di kualanya
kota menyimpan bijian timah di lumpurnya

kadangkala kota ini memberi
seberkas masalah hingga kami jadi lusuh
seringkali kota ini memberi
seberkas iktibar hingga kami jadi segar

iii
inilah kota Kuala Lumpur
kota kebanggaan kami.

12 Jun 1990








Teluk Makmur, Dumai

Alangkah damainya malam di Teluk Makmur.
tidak ada mobil mengganggu langkah hingga
kaki kelelahan. Tidak ada karbon mencekik
rasa hingga nafas kesesakan. Dan, suara-
suara nakal dari peragut jiwa tidak ada
yang membikinkan celaka.

bayu persis dari Syurga, membelai bagai
jari perawan: Lembut dan mengasyikan.

dialah angin malam selat, bersipuh menjentik
pipi air, dan menghembuskan gelembungan
buih kekanakanku.

alangkah damainya malam di Teluk Makmur.
pada kejauhan nelayan menyuluh rezeki.
Pertamina berkelip-kelip. Angin bersipi-sipi.
Aku bagai bersantai di Batu Feringgi.

alangkah damainya malam di Teluk Makmur.

30 Oktober 2004



Penenun Pua

Usianya dihabiskan buat
melentur jari tangan
jarinya dihaluskan buat
menyulam benang warisan
begitu lincah
kenal setiap warna dan corak
dari kepak sayap burung
dan tumbuh-tumbuhan
menjelma pua warisan
indah dan halus

inilah seni kaum Iban
warisan turun-temurun
tak lekang dek panas
tak lapuk dek hujan
indah memancar cinta
halus memancar jiwa
jalinan, warna dan corak
tak terbencikan waktu,
teknologi dan rasa

separuh mudanya habis
menenun benang pua
separuh kembaraku habis
menikmati seni pua
melihatnya, rasaku
tak henti-henti berdegup
hatiku tak henti-henti
memuji-Mu.

31 Oktober 2004



 Tuhan di Floating Market

Mati waktu dan hari
tuhan tak berganjak diri

di hadapan ribuan orang tak dikenali
pau dan oreng bersilih ganti

dengan wajah imaginasi
tuhan tak berkelip
pada duduk atau berdiri

di taman-taman rohani
di indek-indek ekonomi

mati waktu dan hari
tuhan tak berganjak diri
dijulang atau dipijak manusia
dikuning atau dihitamkan warna

hanya manusia
sekejap membawamu
ke taman-taman rohani
sekejap membawamu
ke indek-indek ekonomi.

mati waktu dan hari
tuhan tak berganjak diri

20 Disember 2004




Mengenang Tsunami

Aku tulis sajak ini dengan sayu hati
sedih maha dalam
betapa sayu dan sedihku
tak dapat mengubati
sayu dan sedihmu

aku tulis sajak ini dengan seberkas insaf
ngeri mencengkam jiwa
pada engkau adalah aku
tak terbendung derita
tak terbendung sengsara
betapa insaf dan ngeriku
tak dapat mengubati
derita dan sengsaramu

aku tulis sajak ini dengan segeram rasa
marah membuak-buak
engkau dihancurkan tsunami
dihancurkan pencuri-pencuri
betapa geram dan marahku
tak dapat mengubati
geram dan marahmu

aku tulis sajak ini dengan seinsaf sedar
“Ya, Allah, Engkau jauhi kami
betapa kecil pun tsunami-Mu
adalah besar bagi kami.”

30 Disember 2004




Pesanan kepada Anak
(Mengenang isteriku, Noraini Hasan )

Pada hidup kita hanya dua.
Pertama, Tuhan. Kedua, ibu

Kalau kauingin bersyukur, syukur kepada Tuhan
Dia menciptamu Dia juga yang mematikanmu
memberi piala kemenangan di dunia
memberi piala kemenangan di akhirat
Dia mengajarmu membaca mengajarmu berfikir
hingga kau demikian sempurna jadi seorang mursyid

Dia Tuhan Yang Maha Berkuasa
Tuhan yang menganugerahkan rezeki dan mutiara bahagia
juga kesusahan jiwa kepada mereka yang mengengkari-Nya

Kalau kauingin berterima kasih, terima kasih kepada ibu
dia yang mengandungmu dia juga yang membesarkanmu
dengan lembut sabar dia melayani tangismu siang dan malam
tidurnya antara jaga membesarkanmu dengan dua teteknya

Dia wanita yang menggadaikan mahkota kesenangan diri
pada nafasmu hingga nafasmu berdenyut segar
dan kau sempat bersekolah, bercita-cita dan bercucu

Anak-anakku,
kalau kauingin bersyukur, syukur kepada Tuhan
kalau kauingin berterima kasih, terima kasih kepada ibu.

2005




Selat Tebrau

Selat ini, airnya dalam
tak terjangkau sejarah, cinta, impian
logik berlegar bendera keselamatan
hidup semata rezeki di genggaman

satu ke satu pulau berlepas tangan
sempadan mengecil menghimpit zaman
air memangkin demokrasi pilihan
kebijakan menipu generasi warisan

anakku tak lagi berperang di bumi
padang, rimba telah jadi batusi
mereka ke langit menjujung visimisi
solarutra menembak satelit

minyak loji hilang entah ke mana
dicuri tsunami, lava atau cacing tanah
besi menjelma pedang, tombak, panah
bersoljar diri generasi menuntut hak

selat ini, airnya dalam
di atas tenang menjulang visi
di bawah ombak maut menanti.

27 September 2005

                                       batusi (bangunan)  =  batu  +  besi

 

Tsunami di Tanah Olee Lee 


Hanya sekelip mata. Hanya sekelip mata.
laut menganggakan ombak. ombak
menelan batu, kayu, manusia.

Hanya sekelip mata. Hanya sekelip mata.
: si kaya jadi miskin; si miskin jadi papa.
derita tumbuh di mana-mana. Tumbuh di
bawah alur lidah ombak.

Gah negeri pintar manusia; riang diri                                                       
bangga usaha; mesra laut dan pantai.
dalam sekelip mata - pintar jadi bebal; 
bangga jadi gagal. hanya sekelip mata
alam bertukar peta: rumah, ombak dan
kapal beralih duduk.

Hanya sekelip mata: yang jauh bertandang
duduk; yang dekat berulang tapak; si kaya
bergilir hulur; si gagah berkongsi tenaga.
Mereka bergotong membasmi: Duka Aceh.

Mau apa ditulis tentang tsunami: ia petaka
pada yang mati;  peringatan pada yang hidup;
kasih pada yang jauh; iktibar pada yang
beriman: menambah takwa, menambah takwa.
                                  
27 November 2005                     




Di Pantai Puisi

Di pantai puisi mereka datang
datang dari kampung-kampung akal
mereka berkumpul dan bermesra:
ada yang bermesra dengan angin
ada yang bermesra dengan ketam
ada yang bermesra dengan ombak
ada yang bermesra dengan pasir
ada yang bermesra dengan diri

merekalah para penyair
mereka bersyair berpantun bersajak
puisi intelektual bangsa:
ada yang berpuisi tentang angin
ada yang berpuisi tentang ketam
ada yang berpuisi tentang ombak
ada yang berpuisi tentang pasir
ada yang berpuisi tentang diri

dari pantai puisi mereka pulang
pulang ke kampung-kampung akal
sejahtera diri dan masyarakat:
ada yang pulang membawa angin
ada yang pulang membawa ketam
ada yang pulang membawa ombak
ada yang pulang membawa pasir
ada yang pulang membawa diri

di pantai puisi mereka datang
bermesra berpuisi dan pulang.

14 Disember 2005



Di Ladang Puisi (i)

Semoga ladang puisi aku ini
bertumbuhan pohon puisi bukan ilalang
bersuburan gizi adat bukan gizi seberang
berhijauan warna diri bukan warna orang

biar pun tidak rimbun
harap perdunya tempat anak bermain
atau musafir berteduh
atau ilham pujangga
seperti pohon Bo

puisi aku tanam kuharap
berbuah seribu rasa
selera seribu lidah
penawar seribu racun
warisan seribu kurun

pohon dan buahnya kuharap
pohon dan buah bangsa.

2006




Kampung Halaman

Sebuah ingatan menggelepar
di hujung jambatan usia

rindu maha dalam
di kamar hidup rumah pengembara

matahari dan bulan berlalu
tanpa menoleh menyapa

kesunyian diri, lapar,
haus berdahaga

oh, Tuhan
jangan Engkau panggili daku
dalam kepapaan harta.

16 Mac 2006


Tanah Waliullah Darul Naim

Derita bukan musuh di tanah ini
ia perahu takwa. Dengan perahu itu
mereka menyusuri sungai hayat
pulang ke Taman Firdaus

di tanah ini mereka tanam
mereka tanam pohon jati diri
pohon penahan terjahan ribut
ribut liar dan ganas
ribut menyerang seri hijau
alam keredaan-Mu

dan jutaan bunga-bunga
segar mekar dipagari
adat dan Wahyu suci

memang kemiskinan bermaharajalela di tanah ini
tapi tak seorang pun kepapaan jiwa
para tamu dimesrai seluruh ikhlas
teh dan biskut pagi
lazat mencecah ke senja hari

derita bukan musuh di tanah ini
ia perahu takwa. Dengan perahu itu
mereka berkayuh menyusuri sungai hayat
pulang ke Taman Firdaus.

18 Mei 2006




Betapa dalam Hitam Putih Imaginasi

Dalam diri
kita bisa ke bulan atau ke matahari
memetik anggur di Taman Firdausi
segalanya tiada apa-apa
tidak gayat atau panas
tidak juga terlarangkan hukum
semuanya betapa dalam
warna-warni imaginasi

di luar diri
betapa dalam hitam putih imaginasi
ke bulan kita atau ke matahari
ke langit kita atau ke bumi
selamat perjalanan pada 
hukum amanah Allah
putih kemesraan pada 
adat pusaka bangsa.

26 Mei 2006




Telaga

Telaga ini walaupun di kelilingi rumput
air bolos dari mata tanah
nikmatnya tidak tertanding
air mengalir dari sungai ke rumah
dari paip ke kerongkong kita

zat air dibajai rumput dan selut
disejukkan tanah dihangatkan matahari
bebas daripada fiil klorin dan hasad besi
juga senyum bil kapitalis

pernah berkali aku dipeluk telaga
tali bercerai timba
ia pengalaman amat menggurukan
menggarisi kebijaksanaan tindak

kini anak-anakku membesar jauh
jauh dari telaga dan nakal timba
air mengalir dari sungai ke rumah
mengalir dari paip ke kerongkong

aku menjadi nenek pusaka
berdongeng telaga dan upih timba
bahawa ia teknologi bangsa
sekali gus guru jiwa
yang mendewasakan ayah
yang mensejahterakan anak.

15 Disember 2006




SETELAH SEKIAN TAHUN KITA MERDEKA




Setelah Sekian Tahun Kita Merdeka

Setelah sekian tahun kita merdeka
tanpa dendam dan air mata
kita harus menjadi seorang lelaki
yang dirinya adalah seorang lelaki
tahu ke mana arah langkah dan gerak
tahu zat dan sifat diri
menyambar bagai kilat di langit
membelah bagai gempa di bumi

menghadapi cabaran
bergolek atau melayang
di luar atau di dalam
kita harus menjadi lelaki berani
yang tahu keberaniannya
mengembalikan mercu bangsa
ke dalam piala masa
yang tahu luka bangsanya
pintar dan bijaksana
mengatur langkah dan gerak
tanpa tenggelam dalam keagungan silam
tahu zat dan sifat alam
zat dan sifat Tuhan
tanpa tersesat di dalam diri
dan keagungan dahulu
bagaimanakah mengembalikannya? 

Kita telah tempuh
badai dan ribut, duri dan api
setelah sekian tahun merdeka
meninggalkan hutan sengsara
kita melangkah ke kuala bahagia
kita tidak seharusnya menjadi seekor arnab
yang pantas berlari tetapi
tewas oleh keagungan diri
bagaimanakah kita harus menjadi
seekor kura-kura
yang walaupun lambat tetapi
memenangi perlumbaan
kerana zat dan sifat diri
zat dan sifat Ilahi

kita telah tinggalkan sejarah luka
setelah sekian tahun kita merdeka
kita harus terus merdeka
setelah sekian usaha
melepaskan ikatan penjajahan
yang meragut hak dan kewajaran
kita harus bangkit menentang iblis dan syaitan
yang tidak pernah puas mengasingkan kita
tanpa dendam dan benci generasi
kerana zaman kita
kitalah yang mewarnakannya

alam telah lama menganugerahkan rahmat-Nya
menganugerahkan rahmat kepada kita
dari bumi yang tandus berkilauan emasnya
dari laut yang sempit berseri minyaknya
bukit dan teluk menawan hati
setelah sekian tahun kita merdeka
kita tidak seharusnya berbalah cekah
tetapi,
bagaimanakah menggunakan pengalaman silam
agar rahmat itu tidak mencelakakan
diri dan keluarga
adalah sebenarnya yang harus
kita fikirkan

setelah sekian tahun kita merdeka
setelah sekian tahun kita bersama
merasa pahit dan manis hidup berkeluarga
kita harus menjadi seorang lelaki berani
melangkah dengan zat dan sifat Tuhan
dengan zat dan sifat diri
sambil mengekalkan keagungan
agama dan bangsa, keluarga dan negara
kerana zaman kita
kitalah yang mewarnakannya
tanpa dendam dan air mata
generasi.

Disember 1988



Sajak Nyawa kepada Manusia

Siapakah yang kauperkosa?
tanya nyawa
seorang alam atau seorang
aku - si jelaga putih
menyusup ke dalam paru-paru udara
adalah ibu barah yang mesra
terpercik dari
terjahan nafsumu
kini udara itulah 
terpaksa aku buru

siapakah yang kauperkosa?
tanya nyawa
wajahnya sedikit berang
seorang alam atau
seorang aku - si lelaki
yang mengunyah udara itu
kini bekerja keras
menggerakkan jentera
di dalam tubuhmu

siapakah yang kauperkosa?
tanya nyawa
siapakah kalau tidak
dirimu sendiri.

1991                                




Sajak Rimba kepada Segerombolan Manusia

“Bukankah kalian pernah merampas hak kami? ” kata rimba.
“Membunuh hijau bening yang kami tanam memancung arus
yang kami hantar ke negeri Laut. Bukankah kalian yang
menyergah, menyerbu dan mengoyak warga kami di tanah itu?“
kata rimba lagi. “Bukankah kalian pernah berkata kepada kami,
kamu adalah musuh terkini pembangunan kami, bukankah kalian ...”

(tak seorang pun menjawab kata-kata rimba itu sebaliknya
mereka asyik berpesta di dalam kolam di antara dua bukit)

“Bukankah kalian pernah meludahi kami?“ kata rimba. Suaranya
sedikit keras. “Dan, jijik melihat wajah hitam lumpur kami.
Bukankah kalian benci kepada unggas kami yang menggesek biola
dan meniup seruling mengiringi keberangkatan matahari?” kata
rimba lagi. “Bukankah kalian yang berkata kepada kami, berada di
kampung rimba sering terperangkap intelektual, bukankah kalian ...”

(Segerombolan manusia itu tetap juga diam dalam kolam
di antara dua bukit mereka asyik berkejar-kejaran)

“Betapa anehnya segerombolan manusia itu,” kata rimba.
“Lihat, tidakkah mereka berasa jijik menjilat-jilat kembali kata
yang pernah diludahkan?” kata rimba itu lagi.

(Namun segerombolan manusia itu tetap juga diam.
Kini, mereka memacak tiang di antara dua bukit itu)

“Oh, betapa hipokritnya manusia!” kata rimba.
 
1991
 
 
 
 
Sajak Segerombolan Manusia kepada Rimba

“Pecahkan kesal dan ambil kecewamu itu lontarkan ke
dalam lubuk dunia. Jangan kau simpan menjadi gunung
dendam” kata manusia itu. “Letupnya menghambur lava
derhaka ke bumi ke ruang udara larangan-Nya” kata
manusia itu lagi. “Di sini di jagat raya ini kalian mesrailah
diri kalian seperti aku menyempurnakan wujudku,
kalian menyempurnakan wujud kalian.”

(Malaikat diam mendengarnya sambil mencatat
makna suara manusia itu)

“Benar, di sini aku membonceng kalian” kata manusia itu.
“Tetapi, apakah selamanya aku di belakang kalian?
Ah, sesungguhnya demikian bukan akuku yang melihat
kalian dengan seluruh fikir dan nafsu” kata manusia itu lagi.
“Lihat, lihat kelip-kelip di puncak sana. Seperti kalian mendaki
teman mencari zat matahari aku mendaki kalian mencari
nikmat kelip-kelip.” 

(Malaikat diam mendengarnya sambil mencatat
makna suara manusia itu)

“Ya, rimba. Telah Malaikat bersabda peruntusan aku ini akan
memusnahkan kalian seadanya. Ingat, zat kalian tidak akan
terbongkar oleh halusnya tangan si Malaikat” kata manusia itu
lagi. “Ya, ya. Aku tahu apabila kalian aku musnah akulah itu
yang aku musnahkan” kata manusia lagi. “Tetapi rimba,
siapakah maha berani menjawat khalifah memimpin warga
darulfana ini? Siapakah kalau tidak manusia itu sendiri?

(Malaikat diam mendengarnya sambil mencatat
makna suara manusia itu)

“Rimba, antara aku dengan si Malaikat itu siapakah yang
memesrai kalian?” kata manusia itu. “Aku, atau si Malaikat
yang tidak bernafsu itu?”

1991



Sajak Segerombolan Manusia kepada Manusia Lain

Kebebasan itu kata kamus ialah kemerdekaan
dia mutiara hidup yang tidak ternilaikan
yang memercik seri dan wangi azali 
selagi kita tidak terbabas daripada rel Ilahi

dialah yang memberi kepada kita
makna piala daripada berjuta piala kita miliki
dialah yang memberi kepada kita
makna suara daripada berjuta suara kita miliki
dialah yang memberi kepada kita
makna sejahtera daripada berjuta sejahtera kita miliki
dialah yang memberi kepada kita
makna bahagia daripada berjuta bahagia kita miliki
dialah yang memberi kepada kita
makna hidup daripada berlingkaran hidup kita lalui

sering kali dia yang kita cintai
tinggal di dalam diri sendiri
sering kali dia yang kita cari
terlindung oleh mata sendiri

kebebasan itu kata kamus ialah kemerdekaan
kemerdekaan itu ialah bebas daripada gangguan

merdekakan segar tanah ini daripada nafsu kita
merdekakan suci udara ini daripada akal kita
merdekakan jernih sungai ini daripada keruh kita
merdekakan biru laut ini daripada merah kita
merdekakan riang rimba ini daripada suara kita
merdekakan hidup nyawa ini daripada tangan kita

hari ini nyahkan diri kita
daripada bisikan halus mesra
betapa pun manis
ia mencekik sejahtera kita!




Pidato Umum di Dataran Merdeka

Lautan sejarah kita adalah lautan maha saujana. Lautan
menyimpan kisah silam tidak pernah bercetak tentang
orang tua-tua kita menepis tikaman angin dan sergahan ribut
terakam dalam lumpur dan karangan, lumut dan ampaian,
keris dan kenangan:

kisah Portugis tak cukup rempah
kisah Belanda tak cukup tanah
kisah Inggeris tak cukup timah
kisah keris tak cukup darah!

mari kita analisa lolongan silam di makmal inkuiri, kita cari erti
segar dari makna sejahtera; kita petik seri zat dari pohon bahagia.
Ini rumah kita tumpangi jangan esok menumpang lagi. Setelah
empat ratus empat puluh enam tahun menderita di bumi pusaka:
siang menunggu harapan, malam menanggung bimbang:

bimbangkan pemuda di mana kuburnya?
bimbangkan dara siapa pencabulnya?
bimbangkan kuasa siapa pembelotnya?
bimbangkan darah siapa penghisapnya!

hari ini mari kita susur sejarah luka bangsa kita dan memetik
aduh orang tua-tua kita. Hari ini mari kita bina visi dari ramuan
milik sendiri, kerana cita rasa kita kitalah yang meramuinya:

visi mengembalikan permai yang hilang
visi mengembalikan bangsa kecundang
visi mengembalikan nilai persaudaraan
visi mengembalikan negara disegan

anak-anak generasi, selamilah lautan sejarah kita tanpa ideologi
dan warna bangsa. Dari laut sejarah dari batu-batu luka kita bina
generasi berdaulat, generasi bertuankan kitalah tuannya.
Generasi besar keagungan betapa kecil diri kita:

kecil itu bukan bererti lemah
kecil itu bukan bererti mengalah
kecil itu bukan bererti di bawah
kecil itu bukan bererti penjunjung perintah

setelah sekian aduh kita merasa, mari kita hidup tanpa racun patriot
dan scud. Hidup di bawah bumbung harmoni berhijauan mesra.
Hidup tanpa tertipu nafsu atau fikiran bijak meski di mana pun
kita berada:

di dalam PBB di dalam COGHM di dalam G-15
di dalam ASEAN di dalam politik dunia
di dalam ekonomi antarabangsa: kita bersuara
dari suara milik kita

anak-anak generasi, telah sekian wira kita berpergian, kita
masih punya seorang lelaki. Lelaki yang menuntut kita
menyempurnakan tugas bersamanya. Lelaki peraih gelar wira
dunia ketiga adalah bapa pemodenan kita yang memberi
kejantanannya kepada rakyat jelata. Dia adalah lelaki kecil yang
besar visinya: kepada agama kepada bangsa dan kepada
       N E G A R A   M A L A Y S I A.



Malang Seorang Penyair 
(Mengenang Hamid Jabar )

sebagai penyair ternama
tak mungkin kau mengenali aku
aku mengenali lebih daripada fizikmu
yang lembut tegas yang jauh dekat
engkau tak pernah berkompromi
dengan masalah bangsa

Sebagai penyair ternama
aku berterima kasih dapat bermesra
dengan Wajah Kita
engkau dengan keminangkabauan engkau
aku dengan kemelayuan aku
engkau dengan Indonesia yang rambu-rambu
aku dengan Malaysia yang sipu-sipu
mempertemukan kita di Pos Kota
antara santai sajak-sajakku
dan serius bicaramu
bersijingkat mencari
kearifan diri
bersijingkat membina
kebijakan sajak

seorang penyair ternama
membangunkan negara dengan sajak
membangunkan sajak dengan teater
aku temui tersipu malu
menutup usia di Memori Kompas
anehnya, seorang Ronald Reagan

tak pernah jadi presiden Indonesia
tak pernah menulis sajak Indonesia
begitu megah begitu gagah
menutup usia di head line Kompas
dan digelar pahlawan
disanjung-sanjung dipuja-puja
lebih daripada khidmat seorang penyair
yang hidupnya bertahun-tahun
berjuang membangunkan Indonesia

di tanah rantau ini
air mata kesalku menitis diterjah berita
seorang penyair ternama dan nasionalis bangsa
dimakamkan usia di pinggir tanah berita
oleh jurnalis yang dibangunkannya.

5 Jun 2004                        



Lelaki Terengganu

Kalau anda mencari anarkisme
dalam rimba pascamodenisme
ini dia saudara Marzuki Ali
atau sebenarnya
dia Ali Azam bin Awang
anak jati Kemaman
lahir tidak bersulamkan
guruh dari mulut langit
kilat dari petir angin
tidak juga ada
nyanyian para biduanda
atau istiadat memijak
pasir Makkah
besar bergerak lancar
dewasa memilih lelaki rakyat
membentuk diri tidak takut
atau gerun pada gigi besi
betapa seribu api menerkam
dia tidak gentar kepanasan
seribu pekak mendalang
dia halau dan menyumbatnya
dengan suara-suara rakyat
kelaparan
hingga pekak tidak menjawati
pekak selamanya
si tolol berwajah besi itu
mengikat kejap pada kerusi kuasa
dia mengungkaikannya
seperti pintaan arus perdana
ingin melihat kemajuan bangsa
dia berusaha keras mendaulatkan rakyat.
                      
pejuang rakyat pascamodenisme ini
dia saudara Marzuki Ali
alias Ali Azam bin Awang
sepanjang dewasa
dia berjalan meredah Sabah
menjerit memekik melolong
berjalan meredah Indonesia
menjerit memekik melolong
berjalan meredah Terengganu
menjerit memekik melolong
berjalan meredah Brunei
menjerit memekik melolong
berjalan meredah IPT
menjerit memekik melolong
berjalan meredah semenanjung
menjerit memekik melolong
dengan Asyik Kinabalu
menjerit memekik melolong
dengan Teater Halaman
menjerit memekik melolong
dengan Asyik Terengganu
menjerit memekik melolong
di atas-atas angin
menjerit memekik melolong
di bawah-bawah angin
menjerit memekik melolong
menjerit memekik melolong
menjerit memekik melolong
KEMBALIKAN BIDONG PADAKU!
JENAGOR! JENAGOR! JENAGOR!
dia menjerit memekik melolong
menjerit memekik melolong
menjerit memekik melolong

ya,
dia saudara Marzuki Ali
menjerit memekik melolong
di mana-mana
dia menjerit memekik melolong
belangsungkawa Jenagor
lemas dalam Tasik Kenyir
sekeras suara dia mohon
kembalikan Bidong
yang terlepas kuasa
hidup menjadi pulau puaka
menyedut darah rakyat
dengan straw kehormat PBB

kini Bidongnya telah kembali
menjadi sumber rezeki negeri
Marzuki Ali alias Ali Azam Bin Awang
menyusur nasib pejuang terbilang
dia tidak disenangi
kelantangan suaranya menggugat
seribu mata syaitan
akhirnya seperti bahasa
dia hidup di dalam mati
kerana dia diingini mati
untuk nanti dia dinobatkan
pada jasa menegak
warisan rakyat.

1 November 1995



Lelaki Pertama Membuka Sangkar Derita Kita

Lelaki pertama membuka sangkar derita kita
pernah mudik menyongsong arus sungai hidup
betapa bergerigis dia hadapi dengan tenang
merempuh jeram, sembilu air dan licin batu
memberi wira kepada kaum murba
dan membuang jauh Istana Kedah yang sejahtera
bertualang di laut api dengan perahu lilin
meredah gelora kata dan debur senjata
di muara kota London
lelaki pertama membuka sangkar derita kita
bersilat lidah di meja perundingan
bersama Dato’ Abdul Razak Hussein, H. S. Lee,
Dr. Ismail Abdul Rahman, Datuk Panglima Bukit Gantang,
Abdul Aziz Majid, Dato’ Mohd Seth
dan Dato’ Nik Ahmad Kamil
mencabut satu persatu duri masalah
hingga terbentuk Perjanjian Merdeka

Lelaki pertama membuka sangkar derita kita
adalah lelaki yang menggembalikan hak dan kewajaran
ke tempat yang sewajarnya,
lelaki yang membebaskan generasi
daripada rantai pertuanan British
lelaki yang memeranjatkan Ratu Elizabeth
dan sekalian pemimpin dunia
adalah lelaki yang mewarna alam
dan warisan dunia sebelah sini.

Setelah tiga puluh tiga tahun kita merdeka
lelaki pertama membuka sangkar derita kita
sekali lagi menggegarkan dunia
memercik duka nestapa rakyat
sewaktu krisis teluk menggelegak hangat
seorang lelaki kita dibawa pergi
dibawa pergi ke alam  yang menjanjikan
sejahtera daripada seribu sejahtera
ke alam terakhir seorang lelaki kita.

Hari pada enam Disember, hari terakhir kita
bersama lelaki pertama membuka sangkar derita kita
empat ratus empat puluh enam tahun
kita hidup dalam sangkar derita
adalah hari giliran kita
menyempurnakan amanah bangsa
yang lebih sempurna
daripada seorang lelaki kita
menyempurnakannya.

1997                        



Sajak Rumput kepada Manusia

(Tuan khalifah,
besar makhluk pada sifat
rahmat makhluk pada zat)

makhluk kecil merayapi luas bumi
dengan kaki berserabut
dengan kepala lembut
dengan tangan tak berjari
dengan akar zat azali
merayap menjinak liar bumi
mengikat kejap nafsu tanah
akulah itu;

hijau yang tumbuh pada matamu
lapang yang tumbuh pada dadamu
daging yang tumbuh pada tulangmu
kulit yang tumbuh pada isimu
kudrat yang tumbuh pada uratmu
suara yang tumbuh pada  lidahmu
bisik yang tumbuh pada telingamu
mimpi yang tumbuh pada ranjangmu
ilham yang tumbuh pada mindamu
pantas yang tumbuh pada gerakmu
jawab yang tumbuh pada tanyamu
air yang tumbuh ada pundimu
jiwa yang tumbuh pada kalbumu
silat yang tumbuh pada senyummu
ibarat yang tumbuh pada kiasmu
orang yang tumbuh pada budimu

itulah aku
makhluk kecil merayapi luas bumi
dengan kaki berserabut
dengan kepala lembut
dengan tangan tak berjari
dengan akar zat azali
merayap menjinak liar bumi
mengikat kejap nafsu tanah
betapa sesekali;

pada seberkas lalaimu kuberikan Pos Dipang
pada selonggok tamakmu kuberikan silau mata
pada selingkar nafsumu kuberikan Ribut Greg
pada segulung riakmu kuberikan kilat banjir
jinak air pada akar mengikat tanah
hijau akar pada fikir membaja tunas

(Tuan khalifah,
kecil rumput pada sifat
besar rumput pada zat)

13 Mac 1997



Maafkan Saya

Maafkan saya. ampunkan saya, Tuhan,
pada pilihan dia tokoh nasionalis agama dan bangsa
memberi dengan hormat mengambil dengan syukur
bagai pohon yang tumbuh di padang hari
di perdunya orang-orang kelelahan berteduh
di dahannya kanak-kanak keriangan bergantung
di rantingnya buah-buah merdeka kemerahan
dia pohon pada pagi burung berkicauan
dia pohon pada petang unggas berkejaran
memetik nikmat
rupa-rupanya dia bukan pohon kepercayaan
dia Tun Mutahir bendehara kerajaan silam
musuh Tok Janggut, Mat Kilau, Bahaman
protagonis Syed Syeikh al-Hadi
dia tokoh korporat pengusaha kilang fitnah
pemilik kandang lintah dan penghasut rusuhan
dia wira selamanya penderhaka
menyeru mengubah kitab Allah
dia wira selamanya penderhaka
menghina nabi dan ulama
dia wira selamanya penderhaka
mencakar kesopanan adat
dia wira selamanya penderhaka
memancung leher bangsa
dia wira selamanya penderhaka
hancur, hancur, hancur bangsa
oleh tangan kuasanya

maafkan saya. maafkan saya, tuan,
pada pilihan dia tokoh nasionalis sajak saya
di mana-mana tuan mendengarnya adalah kini
dia patung lagenda pembangunan
kerana dia bukan lagi tokoh pemidato
bukan juga wira pidatonya
dia kilang fitnah pemusnah bangsa
pada tokoh bergelar mahkota itu, tuan
tukar kepada wira rakyat
kerana wira sesungguhnya satu
wira pangkal pada hujung
wira awal pada akhir.

Tuan,
siapapun dia dari lembah tersorot
wira rakyat pada katanya kata rakyat
wira rakyat pada rasanya rasa rakyat
wira rakyat pada jarinya jari rakyat
wira rakyat pada mindanya minda rakyat
rakyat kepada agama kepada adat
rakyat kepada bangsa kepada negara
di mana-mana, di mana-mana pun
seorang wira adalah wira
wira mendokong seribu rakyat
kerana wira sebenarnya adalah rakyat
wira sakral lagi mulia
wira yang tidak mati-mati

maafkan saya. maafkan saya.
pada pilihan itu
Tuhan, ampunkan saya.

24 Oktober 1998


Berkata Paderi Manauel Musalam,  
Ketua Gereja Latin, Gaza, Palestin

Tuan Presiden Amerika,
negara banduan Britain
tahniah kerana tuan dapat merampas
negara Red Indian
menukarkan hakmilik tanah
dari Appachee kepada Amerika
kekal berkembang biak bak
kangkung menyusurkan pucuk
ke tanah Balkan
ke Asia Tenggara

Tuan Presiden Amerika,
negara banduan Britain
tahniah kerana dapat menukarkan
imej banduan kepada polis 
hingga tuan menguasai dunia
dan digelar polis dunia
tetapi seperti banduan tuan adalah
polis jahat dan kejam
tuan menghalalkan kesalahan
kerana kesalahan itu menguntungkan Amerika
tuan mengharamkan kebenaran
walau tenyata benar
kerana kebenaran itu merugikan Amerika

Tuan Presiden Amerika,
negara polis dunia
kami kagum dengan kebijaksanaan tuan
memperbudakkan Britain – presiden dan
Ratu Britain menggeletar ketakutan
pun negara-negara Arab dan Asia Tenggara
apabila tuan menjeling
mereka bergegas berlari mengangkat tangan
menyokong Resolusi 678 – mengganas di Iraq
di Afghanistan,
di bumi Palestin tuan mengganas
hingga hancur gunung dan ganangnya
nyawa kecil dan nyawa besar bergelimpangan
di bawah batu di celah runtuhan bangunan

Tuan Presiden Amerika
apabila dua bangunan tuan runtuh
tuan menjerit memekik melolong
tuan ajak pemimpin-pemimpin dunia
memburu pengganas hingga ke lubang cacing
tetapi hingga kini tiada tuan temui
tanda dan bukti keganasan orang lain
kecuali tanda dan bukti keganasan
tuan presiden sendiri

tuan tuduh Osama ben Laden
pengganas terbesar dunia
tuan buru dia hingga hancur Afghanistan
tuan desak Arab jahil, Pakistan tamak
dan Filipina songsang
memburu pengganas musuh politik
sedang di tanah Balkan
tuan mengganas dan mengganas
dan membiarkan Yahudi mengganas

tuan yang menjadi polis dunia
memburu pengganas nasionalis keamananan
aneh, tuan sendiri menjadi pegganas
di Libya di Sudan di Iraq di Afghanistan
tuan mengganas dan mengganas
di tanah air saya di bumi Palestin
tuan hantar pengganas Sharon
membunuh al-Quran dan Injil
menghancurkan masjid dan gereja
hingga kami ketakutan
benar, tuan dan sekutu tuan penganut Jesus
tetapi Tuhan kristian tuan tidak sama
dengan Tuhan Kristian saya
walau tuan mendakwa beragama Kristian
Kristian tuan adalah Kristian syaitan
Kristian jijik, hina dan pengecut
Kristian melanggari ajaran Jesus!

Tuan Presiden Amerika
tidakkah merampas hakmilik orang
menyerang atau membunuh orang
adalah pengganas?

ah, saudara!
apa diharapkan pada waris banduan
seorang presiden pun dia berdarah banduan
dan banduan adalah tetap sepertinya banduan
ganas dan kejam
ganas dan kejam.

2 Mei 2001                        



Tanah Airku Merdeka


Seorang warga seperti aku tak pernah pikul
senjata – keris, tombak, lawi atau golok  --
jauh daripada senapang, pistol atau montal
tak pernah redah hutan buru penjenayah
atau berjaga malam
apakah harus kutulis tentang merdeka
melihat Ogos menjulang panji-panji kecintaan
tentera pulang menjunjung senapang
warna-warni rakyat merai kemenangan

akhbar berkisah sejarah neonostalgia
tentang pejuang dan perjuangan
mereka tak aku kenal wajah atau visi 
barangkali inilah kemerdekaan
para pejabat menutup pintu pada kaki setia
siang menonton pesta perarakan tentera
malam menyaksi konsert di ambang merdeka
sebelum bersorak-menjerit-menyergah
jam yang tak tahu apa-apa
kerana kita teruja dengan kemenangan merdeka

betapa tak pernah dijajah merasai pahit penjajahan
nenek tetap berdongeng kisah pengalaman
tentang biadap Portugis mencuri rempah
tentang tamak Belanda mencuri tanah
tentang lintah British mencuri timah
tentang pedang Jepun mencuri kepala
aku rasa sangat hairan bukan kerana takut
tetapi kerana mereka kini kawan-kawanku,
apakah benar dongengan nenek
kerana setiap kali menatap Jalur Gemilang
aku terkenangkan bendera Amerika

demikian seorang aku pada tanggal merdeka
sebelum pulang dan esok membaca akhbar
tentang pemimpin saling tuduh-menuduh
-- si A tak pandai memerintah
tentang pemimpin saling fitnah memfitnah
-- si B mencuri balak
tentang pemimpin saling hasut mendesak
-- tangkap si anu itu
sebelum lenyap dalam dakapan kekasih
atau sibuk menguruskan perniagaan keluarga

seorang warga seperti aku
apakah harus kutulis tentang merdeka
di kelilingku manusia bercakaran rebut kuasa
hingga kesopanan bangsa terpasung tingkah,
dan aku ini apakah tersesat minda 
atau mereka itu warisan penjajah?

7 Mei 2005



Khidmat Bahasaku

Telah lama bahasaku berkhidmat
dari Tun Sri Lanang bahasaku pena minda
mencanai merakam sejarah kemajuan bangsa
dari Sultan Ternate bahasaku menjambatani negara
berniaga dari Mama Portugis ke Pulau Ryukyu
di tanah merdeka bahasaku tali perpaduan
mengikat kejap warga dari empat penjuru alam

inilah bahasaku,
liuk lenggoknya mesra penutur
pada Cina berkata Melayukecinaan
pada India berkata Melayukeindiaan
pada Inggeris berkata Melayukeinggerisan
tak tersesat jalan pada pemahaman
tak terkandas niat pada kehajatan
tak terhakis maksud pada kesampaian

inilah bahasaku
bahasa mencanai minda menggerak usaha
di bidang niaga bahasaku madah
‘alah membeli menang memakai’
di bidang diplomatik bahasaku pesan
‘akal tak sekali datang, runding tak sekali tiba’
di bidang perubatan bahasaku rawat
‘bagai ayam dimakan tungau’
di bidang fizik bahasaku tafsir
‘bagai balak terendam’
di bidang biologi bahasaku waris
‘bapa borek anak rintik’
di bidang pertanian bahasaku pedoman
‘di mana batang terguling, di situlah cendawan tumbuh’
di bidang kimia bahasaku uji
‘dikati sama berat, diuji sama merah’
di bidang astronomi bahasaku sindir
‘kuman di seberang lautan tampak,
 gajah di pelupuk mata tiada tampak’
di bidang tentera bahasaku siasah
‘tipu Aceh, gurindam barus’
di bidang logik bahasaku kias
‘rantai besi dimakan bubuk’
di bidang tadbir bahasaku hukum
‘patah kemudi perahu hanyut’
inilah bahasaku
bahasa rumah segala ilmu

telah lama bahasaku berkhidmat
hari ini ia masih berkhidmat
dari generasi ke generasi
bahasaku berkhidmat dan berkhidmat
kerana ia percaya;
“hidup bahasa pada penuturnya”
“maju penutur pada bahasanya”

Berkhidmatlah wahai bahasaku
betapa dibencini para dedatikus
atau dimusuhi korporat rakus
kerana
“tiada bahasa tiadalah bangsa”
“bahasa mencerminkan bangsa.”

2006
P/s  Dedatikus  =  dedalu  +  politikus  (politikus dedalu)